Menurut berbagai sumber, ajaran agama Islam atau setidaknya pemeluk
agama Islam telah menginjakkan kakinya di tanah Jawa melalui bumi Gresik
[atau sekitarnya], dengan adanya situs peninggalan berupa Kubur Panjang
yang terletak di desa Leran – antara Pojok dan Manyar – yang dulunya
masih bisa terlihat dari tepi jalan, tetapi sekarang tertutup bangunan
pabrik. Dengan telah tuanya kehidupan beragama itu, tentulah banyak
tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh komunitas muslim di Gresik,
diantaranya ada yang sudah hilang secara perlahan dan ada pula yang
masih terus berlangsung.
Salah satu yang masih terus berlangsung, diantaranya adalah perpekan – yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pasar Bandeng.Satu
satu tradisi warisan Walisongo yang hingga kini masih dilestarikan.
Yaitu tradisi menggelar Pasar Bandeng di pusat kota Gresik. Tradisi ini
pertama kali diadakan oleh Sunan Giri untuk mengangkat perekonomian
rakyat setempat. Dua dari sembilan Walisongo penyebar agama islam yang
berada di Gresik sangat berpengaruh dalam membangun tatanan budaya
masyarakat Gresik. Keduanya adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raden
Paku atau Sunan Giri. Melalui jalan perdagangan, Ainul Yaqin, nama
kecil Sunan Giri melakukan da’wah kepada masyarakat. Kala itu, di abad
15 Sunan Giri mulai membantu perekonomian masyarakat dengan cara
mengolah dan memasarkan hasil bumi. Hingga kini, masyarakat Gresik masih
melestarikan warisan Sunan Giri yaitu dengan membuat dan menjual kue
Pudak dan penyelenggaraan Pasar Bandeng.
Adanya Pasar Bandeng ini untuk menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Sehingga, pada hari lebaran tiba, hampir seluruh penduduk kota Gresik
makan dengan menu utama bandeng dengan berbagai macam olahan. Dengan
demikian, para petambak bandeng terus bisa membudiadayakan tambak
bandengnya. Dan di sisi lain, masyarakat Gresik bisa menikmati hasil
bumi kekayaan daerahnya. Penyelenggaraan Pasar Bandeng oleh Pemerintah
Gresik ini selain untuk melestarikan tradisi, juga untuk mendukung
kemandirian ekonomi masyarakat Gresik. Seperti kita ketahui bahwa,
Kabupaten Gresik berada di daerah pesisir pantai utara berbatasan dengan
Lamongan, dan sebagian wilayah berdekatan dengan Mojokerto, Sidoarjo,
dan Surabaya . Letak geografis ini menjadikan daerah Gresik sebagai
daerah yang baik untuk budidaya tambak bandeng dan udang. Budidaya
tambak bandeng dan udang ini sudah menjadi penghidupan sebagian besar
warga Gresik, utamanya yang berada di daerah dekat pantai utara.
Sehingga, apabila kita menyisir jalur pantura dari Gresik hingga
Lamongan, sejauh mata memandang adalah tambak bandengan dan udang yang
kita lihat.
Pasar Bandeng digelar pada dua malam terakhir sebelum malam takbiran.
Berbagai ukuran bandeng dengan berat dari ukuran beberapa ons hingga
seberat 9Kg/ekor bahkan lebih dijual di sini. Untuk lebih
menyemarakkan suasana pasar dan memberi semangat kepada petambak
bandeng, diadakan lelang bandeng terbesar.
Sedangkan penjual lainnya [non-bandeng], dipersilahkan menempati ruas
jalan antara Kalitutup sampai Garling. Mulai dari penjual peniti,
pakaian, sandal, mainan, makanan dan minuman. Dan mereka telah ngecupi
[booking] lokasi penjualan mereka beberapa hari sebelumnya, dengan
memberikan cat di jalan dan nama mereka. Mereka bisa memilih lokasi di
tengah jalan, atau di sisi jalan. Hampir tidak pernah terdengar adanya
pertengkaran karena berebut lahan berjualan tersebut.
Penjual non-bandeng ini, umumnya adalah penjual keliling yang meramaikan
berbagai kegiatan, dari kota yang satu ke kota yang lain. Mereka
umumnya mulai berdatangan setelah tanggal 25 Ramadhan, dimana waktu itu
mereka berjualan di Giri. Malam 25, atau lebih enak didengar dengan
sebutan malem selawe, banyak orang yang berziarah ke makam Sunan
Giri guna mencari Lailatur Qadar dengan beri’tikaf di masjid Sunan Giri.
Tidak saja masyarakat Giri dan sekitarnya, juga banyak yang dari luar
kota, biasanya dari wilayah timur yang banyak berbahasa Madura.
sumber : http://sebuah-nama-sebuah-cerita.blogspot.com
Post a Comment